Senin, 06 April 2015

Gadis Tujuh Belas Tahun Lalu

Seperti para burung di langit senja yang meliuk-liuk di atas deburan ombak, kepakkan sayapnya seakan melawan mata angin, mereka tak peduli seberapa keras mereka mencoba, meskipun mereka tau sewaktu-waktu mereka bisa jatuh karena tamparan angin, mereka tetap bertahan. 
Ia gadis belia tujuh belas tahun lalu, gadis yang dilahirkan dari rahim seorang perempuan sederhana, gadis yang di asuh dan ditimang dengan penuh kesabaran. Masih sangat melekat di memorinya, sebelas tahun lalu ketika gadis seusianya masih bisa merajuk pada ibunya, ia sudah harus mengalah untuk sang buah hati lainnya. Masih sangat lekat juga di memorinya ketika gadis seusianya bisa dengan mudah mengungkapkan perasaan sayang pada perempuan yang telah melahirkannya ia malah merasa malu, bukan malu sebab menyayanginya, tapi ia tak bisa mengungkapkan, ia hanya memendam perasaan itu tanpa pernah mengungkapkan betapa dia mencintai perempuan itu, karena gadis itu tumbuh menjadi seorang “introvert”. Ia gadis belia tujuh belas tahun lalu yang kini bertekat meraih rajutan asanya. Ia tak miliki bakat istimewa seperti kebanyakan orang tapi ia miliki tekat dan semangat yang patut di takuti para lawannya. Ia tak peduli berapa kali ia kalah, jatuh bahkan tertindas, gadis tujuh belas tahun akan bangkit lagi.
Bagi para burung kembali ke “balai” adalah tujuan utama sebelum kegelapan kembali menyergap. Setelah terbang bebas dan bermain bersama hamparan awan burungpun akan membutuhkan “balai” untuk kembali, untuk meluruskan sayap-sayap yang terasa remuk, untuk mendapatkan kembali kekuatannya, untuk bisa kembali menyapa cakrawala di esok hari … Karena sekuat apapun burung menyembunyikan luka pada sayapnya untuk tetap bisa terbang, untuk tetap bisa mengepakkan sayapnya… dia tetap akan membutuhkan “balai” yang tepat untuk membasuh luka itu, di balai itu ia hanya perlu menjadi dirinya sendiri, tak perlu kepura-puraan meskipun dia memang kuat, dia hanya perlu menumpahkan segala kelelahannya untuk bisa kembali terbang dan sejauh apapun burung terbang pasti ia akan kembali ke “balainya”
Gadis itu memiliki banyak masa sulit di hidupnya, namun gadis tujuh belas tahun itu memiliki perempuan kuat disampingnya, perempuan yang selalu mendambanya, perempuan yang menemani setiap perjalanan hidupnya, perempuan yang mengajarinya ketabahan dan mejadikan hatinya sekuat baja. Perempuan itu yang selalu ia panggil “IBU”.  Gadis tujuh belas tahun lalu kini sedang beranjak menjadi gadis  lima tahun kemudian. Tahun dimana ia telah meraih rangkaian asanya, dimana ia ingin mengungkapkan rasa cinta pada perempuannya dengan cara yang berbeda, dimana ia berdiri di atas sana dan mendengar sang perempuan berkata penuh bangga pada dunia  “Lihatlah ! itu gadisku, gadis yang aku lahirkan dua puluh tiga tahun lalu.”

Semoga tuhan selalu mendengar do’a gadis itu, semoga Tuhan juga memberikan umur panjang untuk orang yang biasa ia panggil “IBU” dan semoga Tuhan meneguhkan hati gadis tujuh belas tahun lalu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar