Cerpen "Ketika Aku Menyerah" (tak mampu bertahan, lebih lama lagi)
Wanita ini nampak bersantai di taman belakang rumahnya. Duduk di ayunan sembari tersenyum tipis. Tak henti ia mengusap perut besarnya, dimana buah hatinya tumbuh di dalam sana.Ia mengalihkan pandangannya melihat sepasang suami isri yang sedang tertawa bahagia. Sang istri yang sedari tadi tak henti tersenyum dan sang suami yang ikut tertawa senang menggodai istrinya.adel tersenyum miris, tanpa diduga lagi ia mulai menitihkan air matanya. Mengalir semakin deras walau ia seka beberapa kali. Menyakitkan, sungguh dan sangat. Kalian tau?, suami istri yang sedang berbahagia disana?. Suami yang nampak sangat mencintai istrinya itu?, suami yang kalian anggap penyayang?, apakah kalian tau jika lelaki itu juga suaminya?, suami dari adelia?. Percayakah kalian?.
“a..aku hamil bis”
“apa?, hamil?, lo gila hah”
“kamu inget malem itu?, waktu kamu nyentuh aku dalam keadaan mabuk?, kamu inget?”adel kembali berucap dengan bibir yang mulai bergetar. Terlihat bisma yang menggeram, mengacak rambutnya frustasi lantas menatap adel tajam.
“gugurin anak itu!”cetus bisma tiba-tiba. Adel mendongak cepat lantas menggeleng perlahan.
“enggak!, enggak akan!, dia ngga salah bis”
“dia salah!, dengan adanya dia itu bakal mempersulit gue ceraiin elo!, lo tau kan gue ngga cinta sama lo, gue nikah sama lo pun karna desakan orang tua gue”bisma semakin mengacak rambutnya frustasi. Sungguh ia tak menyangka bila akan seperti ini.
“aku tau, tapi jangan korbanin dia!, dia ngga tau apa-apa bis”
“bulsyit, bilang aja lo gunain ini biar kita ngga bisa cerai kan?, biar gue sama sivia ngga bisa bersatu?, ia kan?”bentak bisa dengan amarah yang memuncak. Adel hanya diam, mengatupkan bibirnya rapat tanpa mau berbicara lebih banyak lagi. Ia tau, apapun yang ia katakan, semua tak akan berarti.
Adel kembali meneteskan air matanya saat kejadian itu kembali berulang. Dimana bisma, suaminya itu secara terang-terangan menyuruhnya untuk menggugurkan buah hatinya sendiri. Namun ia tak akan melakukan hal itu. anak dalam kandungannya sama sekali tak bersalah. Dan dia akan melakukan apa saja demi bisa mempertahankan buah hatinya, apapun itu sampai ia benar-benar dapat melihat anaknya terlahir dengan selamat.
“gue bakal nikahin sivia”bisma berucap kala itu yang membuat adel tersentak.
“a..apa?”
“gue Cuma mau lo setujuin pernikahan gue”
“ta..tapi bis. Kenapa harus kayak gini...?”
“sivia hamil”cetus bisma pelan. Adel nampak menggeleng dengan air matanya yang secara perlahan mulai menetes.
“apa sih bis yang ada dalam fikiran kamu, hah?”sentak adel mulai geram.
“fikiran gue, gue pengen nikahin orang yang gue cintai. Fikiran gue, gue harus tanggung jawab atas anak itu, anak yang gue harepin, anak yang dikandung sama orang yang bener-bener gue cinta. Terserah, setuju atau engga, gue bakal tetep nikahin sivia!”lantas setelah berucap bisma melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan adel yang menangis tersedu dengan mencengram perutnya yang mulai membuncit.
Wanita ini nampak semakin terisak. Menyengkram bagian dadanya yang terasa sesak secara tiba-tiba. Ulu hatinya seakan tersengat aliran listrik yang membuatnya terasa semakin menyakitkan. Di sebrang sana, sepasang suami istri itu, dia sivia dan bisma. Keluarga bahagia, dan ia benar-benar hanya merasa seperti sampah diantara mereka. Dia tak pernah di anggap, tak pernah dihargai sedikitpun. Bahkan bisma sama sekali tak memperdulikan keadaannya yang juga sedang hamil. Ia tak pernah merasakan adanya suami saat dia mengalami masa ngidam. Ia bahkan harus mencari keinginannya sendiri demi keinginan anaknya. Suaminya tentu saja tak perduli, ia memang selalu sibuk dengan hal-hal aneh yang diinginkan wanita hamil. Tapi itu bukan untuknya, melainkan untuk istri keduanya. Untuk sivia, istri sesungguhnya yang benar-benar ia cintai. Jika kalian bertanya apakah adela tak merasa iri?, tentu saja ia sangat munafik bila mengatakan tidak. Karna sesungguhnya, ia sangat merasa iri. Sangat!.
* * *
3 tahun kemudian....
Adela nampak membereskan peralatan di dapur. Dengan telaten ia menempatkan barang-barang belanjaannya dengan rapi. Memasukkan makanan ke dalam kulkas, menyusun piring dalam rak lalu mengelap beberapa bagian yang terlihat kotor.
Dengan tiba-tiba ia terhenti. Mengernyit heran saat mendengar suara gaduh di luar sana. Tanpa fikir panjang lagi ia mencuci tangannya lantas mulai berjalan keluar dari dapur. Adel nampak menghela nafas, mencoba tersenyum saat suaminya yang baru pulang dari luar kota itu sedang bermain dengan putrinya, putrinya dan sivia tentu saja. Terlihat juga di sana sivia nampak tersenyum senang di samping bisma dan anaknya.
Ia mulai membalikkan badannya, namun ia kembali mengurungkan niatnya saat mendapati selda –putri kecilnya bersama bisma- itu sedang terlihat berdiri memantung menahan tangis. Adel tersentak, berlari dengan cepat menghampiri putrinya.
“loh, selda kenapa sayang, anak bunda kenapa hem?”adela menyamai tingginya dengan selda lantas mengusap lembut rambut putrinya.
“selda mainan papa...”ucap putrinya itu dengan polos. Sejenak adel melirik kebelakang dimana bisma, sivia, dan putri mereka yang tak jauh darinya sedang membuka beberapa mainan barbie yang mungkin bisma beli saat di luar kota. Tapi mengapa hanya untuk silla?, bukankah selda juga putrinya?, putri kandungnya.
“selda kan kemarin udah di beliin sama bunda”ucap adel lembut.
“tapi itu banak unda, itu badus. Napa papa ndak kasih selda?”tanya selda dengan lirih. Adel nampak menggigit bibirnya dalam. Hantinya mendadak ikut terasa sakit mendengar penuturan putrinya.
“selda ngga boleh iri, selda kan udah gede, jadi selda harus ngalah sama dedeknya...”adel mencoba memberi pengertian. Memang selda lahir lebih dulu dari pada silla, namun itupun hanya selang 2 bulan. Tapi walau begitu di umurnya yang nyaris sama, selda harus bersikap lebih dewasa karna memang kalaupun selda bersikap manja layaknya anak lain, percuma saja, bisma tak akan perduli. Nampak putri kecilnya itu mengangguk pelan menuruti ucapannya, walau adel tau selda memang sangat ingin. Dari kecil, ia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari bisma. Apalagi semenjak silla lahir, seluruh perhatian bisma tertuju sepenuhnya pada silla, putrinya dengan sivia. Adela tak masalah jika ia tak pernah diperhatikan, tak di anggap sekalipun ia tak perduli, hanya saja yang ia inginkan agar selda mendapatkan haknya. Adela ingin selda seperti layaknya anak lain yang mendapatkan perhatian dari ayah kandungnya. Hanya itu yang adela harapkan dari bisma.
“jangan sedih gitu dong. Emmm, gimana kalo kita ke mall, nanti selda bunda beliin boneka barbie yang gede, gimana?”adel berucap mencoba menghibur.dan jelas saja ucapannya membuat selda bersorak riang menepuk tangannya.
“yeee, benel unda?”
“bener dong sayang, yaudah yuk mandi. Nanti kita makan es cream yang banyak, oke”tutur adel dengan senyum yang mengembang. Selda semangat hidupnya, saat melihat putri kecilnya itu tersenyum hatinya seakan ikut terhibur. Hanya selda satu-satunya yang ia punya di dunia ini.
* * *
“atu mau....”silla nampak menarik sebuah boneka yang selda genggam. Sedangkan selda mencoba menarik bonekanya itu.
“ndak boleh..., unda beli buat selda...”selda kembali berucap. Terus menarik boneka barbie yang di belikan sang bunda kemarin itu.
“cilla mau.., papa..mama..hiks”
“ndak..., ini puna selda beli unda...”kedua anak ini nampak terus memperebutkan boneka barbie itu. sampai akhirnya selda terjatuh, dengan kasar silla mendorong tubuhnya hingga tersungkur lantas berlari cepat sebelum selda mengambilnya.
“cilla awas...”selda menjerit ketika tubuh mungil adik tirinya itu terjebur dalam kolam renang belakang rumahnya. Silla yang berlari menghindarinya itu terpeleset hingga terjebur.
Selda mencoba bangkit. Lututnya yang berdarah sama sekali tak ia perdulikan. Ia menghampiri silla yang nampak ingin benar-benar tenggelam.
“unda...papa...., cilla tolong.., undaaa.....”teriak selda sembari berusaha menggapai tubuh adiknya itu. bahkan ia menangis kebingungan sama sekali tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Nampak dari kejauhan bisma, sivia, diikuti adel yang berlari dengan tergopoh-gopoh menghampirinya.
“pa.., cilla tolong...”selda yang mengetahui sang papa berada di hadapannya menarik ujung kemeja bisma. Menunjuk silla yang benar-benar sudah tenggelam. Bisma membola, sivia yang berada di sampingnya pun ikut menangis melihat keadaan putrinya
“awas!”bentak bisma kasar. Tanpa fikir panjang bisma menepis tangan selda kasar membuat tubuh gadis kecil itu terjatuh untuk yang kedua kalinya. Selda nampak menangis, namun sama sekali tak diperhatikan, bisma dengan cepat ikut menceburkan dirinya menyelamatkan putri kesayangannya itu.
“ya allah selda....”adel dengan cepat membantu putrinya bangkit. Ia ikut menangis melihat bagaimana putri kecilnya itu di perlakukan amat kasar tanpa perduli selda masih kecil.
“kalo terjadi apa-apa sama anak gue, lo harus tanggung jawab!”suara serak itu terdengar menyentak kasar. Adel mendongak mendapati bisma dengan tubuh basah kuyubnya itu berada dihadapannya dengan menggendong silla. Lantas setelah itu bisma dengan diikuti sivia berlari meninggalkan adel bersama putrinya.
“selda takut unda....”gadis itu mendesis lirih. Dengan cepat adel merengkuh tubuh kecilnya yang terasa gemetaran itu dengan erat.
“ada bunda disini sayang, selda nggak usah takut, bunda bakal terus jagain selda....”ucap adel dengan terisak. Berulang kali ia mengecup puncak kepala putrinya lembut.
“jangan takut sayang, ada bunda....
* * * * * *
Adel nampak mengusap kepala selda yang berada di gendongannya sembari berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Tentu saja ia kemari untuk menjenguk silla, putri tirinya.
“selda takut papa malah selda unda...”gadis kecil itu nampak menyembunyikan wajahnya sembari mengalungkan tangan mungilnya pada leher adel.
“ada bunda disini sayang, kita kesini Cuma mau nengokin dedek silla...”adel mencoba memberi pengertian. Mengusap kepala putrinya lembut sembari terus berjalan menelusuri koridor, langkah adela tiba-tiba terhenti ketika pandangan matanya menatap bisma yang mengusap rambutnya frustasi. Ia nampak mondar-mandir di depan pintu dengan mata yang memerah.
“ngapain lo kesini”bisma berucap ketus ketika menyadari adela dan selda berada di hadapannya, raut wajahnya seolah menunjukkan bahwa ia tak suka dengan kedatangan mereka.
“belum puas buat anak gue celaka hah, istri gue sampai drop gara-gara kelakuan lo!”bentak bisma kasar. Adela hanya diam tak mampu berucap apa-apa, matanya nampak ikut memerah menahan tangis. Dan tanpa adela sadari selda turun dari gendongannya dan berjalan menghampiri bisma.
“papa maap selda...”gadis kecil itu nampak menarik tangan bisma.
“diem!, dan inget jangan pernah panggil gue papa!”bisma menepis tangan selda kasar. Tak perduli selda adalah anak kandungnya, tak perduli selda yang masih kecil dan belum terlalu mengerti dengan keadaan.
“bis...”adela nampak ikut menyentak kasar. Menatap bisma dengan tatapan tajamnya. Baru kali ini adela berani seperti itu, karna ucapan bisma kali ini benar-benar keterlaluan.
“apa?, emang lo berdua Cuma bawa sial buat keluarga gue!”sentak bisma tak mau kalah.
“kamu ngga tau yang sebenernya, selda ngga mungkin celakain silla”adel nampak mencoba membela anaknya. Air matanya nampak mengalir dengan deras kali ini.
“papa unda janan belantem”selda nampak berucap lirih. Entah mengapa ia ikut menangis melihat sang bunda yang juga menangis. Ia berfikir bisma dan bundanya bertengkar karna ulahnya.
“maapin selda pah...”gadis kecil itu memeluk kaki bisma karna memang tubuhnya yang kecil tak mampu menggapai tubuh bisma yang sedang dalam keadaan berdiri. Bisma mendesis tak suka, entah mengapa rasa benci itu kian bertambah.
“lepas!”
“arhhhh”dengan kesal bisma menepis tubuh mungil putrinya itu kasar. Membuat tubuh selda terhuyung dan berakhir dengan bunyi benturan yang cukup keras.
“dukkk”
“ya allah selda...”adel menjerit. Menghampiri tubuh putrinya yang tergolek tak berdaya itu. ia menangis keras. Meyadari kepala putrinya yang mulai mengeluarkan darah kental akibat benturan yang baru saja di alaminya.
“selda tahan sayang.hiks...”dengan segera adel mengangkat tubuh anaknya itu. melewati bisma dan sejenak menatap tajam suaminya itu.
“lo ngga pantes lakuin ini, karna lo sendiri ngga pernah kasih apapun sama anak gue!”adel mensesis. Isaknya semakin menjadi lantas tak mau menunggu lama lagi ia segera berlari mencari dokter untuk menangani putrinya. Sedangkan bisma hanya terdiam, tak menyangka dengan apa yang baru saja ia perbuat.
“putri anda tidak apa-apa, dia hanya terlalu banyak menelan air kolam”seorang dokter membuat bisma mengalihkan pandangannya. Bisma hanya mengangguk kecil, tak ada perasaan lega atas ucapan dokter baru saja, karna pada nyatanya fikirannya semakin gusar memikirkan putrinya dengan adela, Griselda.
* * * * *
Adela menyandarkan punggungnya pada dinding sebelah pintu ruangan dimana selda sedang di tangani. Tak henti wanita muda itu menangis memikirkan keadaan putrinya. Tak habis fikir dengan suaminya sendiri, bagaimana ada seorang ayah yang sebegitu teganya menyelakai anaknya sendiri. Adel tau bisma khawatir atas ke adaan silla, tapi apakah tak bisa dia mengontrol emosinya pada selda?. Ia juga tau selda memang terlahir dari rahimnya, dari dirinya yang sama sekali tak diinginkan oleh bisma. Tapi setidaknya apa tidak bisa pemuda itu menyayangi anaknya sebagaimana ia menumpahkan kasih sayangnya pada silla. Sedikit saja.
“del, ada apa?”suara itu mengalun membuat adel mendongakkan wajahnya. Menatap sahabat baiknya lalu memeluknya dengan erat. Adel menangis sesenggukan tak tertahan. Tubuhnya bergetar hebat karna isakan yang semakin menjadi.
“selda kha, selda hiks....”adel berucap dengan suara paraunya. Ikha ikut meneteskan air matanya melihat keadaan sahabatnya. Hatinya ikut sakit merasakan sahabatnya menangis seperti ini.
“ceklek”tak lama pintu itu mulai terbuka. Muncul seorang lelaki paruh baya berjas putih. Adela sontak melepaskan pelukannya terhadap sahabatnya, dengan cepat ia menghampiri dokter yang menangani putrinya itu.
“gimana keadaan putri saya dok, dia baik-baik saja kan?”tanya adel dengan bibir yang bergetar. Takut terjadi sesuatu pada putri kecilnya. Tubuhnya menegang tiba-tiba saat dokter itu menggelengkan kepalanya perlahan dengan wajah menunjukkan keputus asaan.
“dokter bilang sama saya, putri saya engga apa-apa kan? Putri saya baik-baik aja kan...iya kan dok..”adel mendesak.
“maaf, saya sudah mencoba menyelamatkan putri ibu. Tapi nampaknya benturan pada kepala yang putri ibu alami terlalu keras, kamu sudah berusaha keras. Tapi maaf, putri ibu tidak bisa di selamatkan...”
DEG. Jantung adel berpacu keras. Air matanya meluncur tiba-tiba. Tidak. Ini tidak mungkin. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya. Selda masih ada, ada untuknya.
“dokter pasti bohong kan?, dokter bercanda?, bilang sama saya putri saya engga kenapa-napa, ayo bilang sama saya dok....”
“maaf bu, sekali lagi saya minta maaf....”dokter itu kembali menggeleng. Adela menangis histeris. Tubuhnya terlihat bergetar hebat dengan isak tangisnya yang kian menjadi.
“enggak, ngga mungkin! Dokter bohong...”
“del....”ikha mencoba memegang bahu sahabatnya namun adel dengan cepat menepisnya. Ia berbalik memasuki ruangan rawat, menghampiri putrinya yang terbaring tak berdaya dengan alat-alat medis yang mulai di lepas oleh beberapa suster.
“stoppp, jangan sentuh anak saya”adel berteriak histeris, membuat beberapa suster itu menjauh. Dengan langkah cepat adel menghampiri putrinya, membekap mulutnya dengan air mata yang meleleh deras.
“sayang bangun.., kenapa matanya ditutup.. ayo bangun sayang, lihat bunda disini...”adel menguncang pelan bahu putrinya, berharap putrinya terbangun dan mengatakan ia masih ada untuknya.
“sayang, selda kenapa diem aja?, selda denger bunda kan?, selda ngomong sama bunda kalo selda engga apa-apa..”adela kembali berucap dengan suara paraunya. Terlihat begitu menyedihkan saat ibu muda itu berusaha membangunkan putri kesayangannya yang nyatanya tak dapat terbangun kembali. Dia sudah pergi..
Ikha yang menyaksikan sahabatnya terlihat begitu hancur itu hanya mampu menangis, memeluk suaminya erat. Benar-benar tak mampu melihat keadaan sahabat terdekatnya itu.
“sayang...ayo jawab bunda...”adel mendesis lirih. Seakan benar-benar kehilangan seluruh tenaganya.
Dipintu sana nampak bisma yang berdiri dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia kebingungan, tak mengerti dengan apa yang terjadi. Jantungnya berdegup cepat menyaksikan istrinya menangis mencoba membangunkan putri kecilnya. Fikirannya berputar, tidak selda pasti tidak apa-apa, batinnya berbicara.
“bu..maaf, putri anda sudah tidak dapat terbangun lagi....”salah satu suster berucap pelan dan sangat hati-hati, pasalnya sedari tadi ibu muda itu berusaha membangunkan putrinya yang sudah tiada. Bisma yang mendengar ucapan suster itu membolakan matanya, degupan jantungnya memacu keras. Tubuhnya menegang ditempat. Jadi selda....
“diammmm!, putri saya engga pergi, dia masih ada untuk saya, dia engga bakal ninggalin saya...”tegas adela. Nafasnya nampak memburu.
“tapi bu....”
“saya ibunya”adela menepuk dadanya sendiri. “saya ibunya, dan saya tau bagaimana putri saya, dia engga akan bohong. Dia bukan pembohong...”adela kembali terisak. “dia bakal nepatin janjinya, dia ngga bakal ninggalin saya, kalian ngga kenal putri saya...”
“sayang...., bangun. Buktiin sama mereka kalo kamu bakal jagain bunda...ia kan sayang...? bunda mohon selda bangun...”adela kembali menguncang tubuh mungil putrinya pelan. Bahunya terlihat naik turun karna isak tangis yang kian menjadi.
“kalo selda engga mau bangun, bunda harus pergi juga buat nyusul selda...”adel berucap lirih, melirik beberapa alat medis tajam lalu tersenyum tipis. Tanpa ancang-ancang, ibu munda itu mengambilnya cepat. Membuat semua yang berada di ruangan ini membolakan matanya lebar saat adela berusaha menggoreskannya pada pergelangan tangannya.
“del buang...”bisma menyentak keras. Berlari kecang memegangi adel dibantu dengan dicky yang merupakan suami dari ikha. Ikha nampak semakin menangis histeris melihat keadaan sahabatnya.
“lepassss, aku bilang lepasss. Aku harus nemenin anakku, lepassss”adela berontak. Air matanya meleleh berusaha melepaskan diri.
Saat wanita itu melemas, bisma mengambil kesempatan membuang benda tajam itu ke sembarang tempat.
Adel menolehkan wajahnya kearah bisma, menatap pemuda itu tajam, mengisaratkan seolah ia begitu membenci suaminya itu. namun tak bertahan lama ketika ia kembali mengalihkan pandangannya pada putrinya. Melepaskan tangan bisma dan dicky perlahan lantas kembali menghampiri putrinya, nampaknya ia sudah dapat menerima keadaan. Ibu muda itu tersenyum tipis, mengusap lembut kepala putrinya.
“selda capek ya sayang?, selda boleh tidur. Bunda engga akan larang selda lagi, selda tenang yah disana.... tidur sayang....”adela kembali terisak. Mengecup kening putrinya lembut lantas memeluk putri kecilnya erat sembari bersenandung lagu pengantar tidur dengan suara yang terdengar memilukan. Membuat semua yang berada di ruangan ini menangis, tak terkecuali bisma, pemuda itu juga nampak menagis dengan air mata yang meleleh dari sudut matanya.
* * * * *
Bisma mengusap rambutnya kasar. Hatinya mendadak terasa sakit luar biasa membayangkan putri kecilnya sudah benar-benar pergi. Bodohnya baru kali ini ia menyadari segala perbuatannya. Perlakuan buruknya pada selda. Gadis kecil itu sama sekali tak pernah merasaka kasih sayang dari seorang ayah. Itu karna keegoisannya. Bahkan sampai ia benar-benar pergi, bisma belum sama sekali memberikan perhatian pada putri kandungnya.
“aku mohon, kembali sama aku, aku minta maaf udah ninggalin kamu..”suara itu membuat langkah bisma terhenti. Niatnya untuk memasuki ruangan rawat silla ia urungkan. Memilih mengintip dari celah pintu dan mendapati sivia bersama seorang pemuda yang sama sekali ia kenali.
“tapi aku sudah bersama bisma, dia juga sangat menyayangiku dan silla....”terlihat sivia berucap dengan memalingkan wajahnya.
“enggak, kamu dan anak kita lebih bahagia jika kembali bersamaku. Silla harus tau papa kandungnya...”jantung bisma kembali berdegup. Berusaha mencerna ucapan yang keluar dari mulut pemuda itu.
“tapi...”
“aku mohon, kita mulai dari awal, bersama-sama. Aku, kamu, dan silla..anak kita...”pemuda itu berucap memohon. Terlihat memegang kedua bahu sivia. Bisma mengumpat, rahangnya mengeras dengan tangan yang terkepal. Jadi selama ini ia dibohongi?, semua bohong. Sivia hamil bukan dari benihnya, silla bukan anak kandungnya melainkan pemuda itu. brengs*k!
Brakkkk. Pintu terbuka lebar. Menampakkan bisma yang berdiri dengan emosi yang menyulut.
“bi..bisma...”
Bukkk. Tanpa aba-aba bisma menghantam pemuda itu dengan kepalan tangannya. Sivia menjerit histeris kala bisma meninju pemuda itu tanpa henti.
“brengs*k..”bisma kembali mengumpat. Menghantam peuda itu kembali.
“bis..udah..”
“DIEM!, lo sama aja tau nggak!, selama ini lo bohongin gue, bilang kalo lo hamil anak gue tapi nyatanya lo hamil karna b*jingan ini!”
“maaf..”
“maaf?, lo kira dengan kata maaf, segampang itu gue maafin lo. Setelah sekian lama lo bohongin gue, lo buat gue nggak perduli sama istri gue, lo buat anak kandung gue nggak ngerasain kasih sayang sama sekali. Segampang itu lo ucapin maaf..”
“jangan bentak cewek gue!”
“oh dia cewek lo?, ambil!, jagain dia biar engga boongin orang lain lagi”bisma berucap sinis, memalingkan wajahya kearah sivia. “dan buat lo, surat cerai biar gue yang urus....”bisma mendesis. Berbalik menuju pintu dengan sekali lagi menggebrak pintu rumah sakit itu. dia benar-benar tak menyangka....
* * * * *
Sudah 4 hari ini ia tak pulang. Fikirannya kalut. Sivia, wanita yang begitu di cintainya nyatanya membohonginya selama ini. Membuatnya melelaikan selda yang sudah sangat jelas putri kandungnya. Namun memang semua terlambat. Gadis kecil yang begitu menggemaskan itu telah pergi. Benar-benar pergi.
“maafin papa.., selda mau kan maafin papa sayang...”bisma berucap lirih dengan terisak-isak, mengusap batu nisan lalu mengecupnya pelan. Fikirannya berputar, dan saat itu juga muncul adela dalam fikirannya. Rasa bersalah itu kian bertambah. Ia harus menemui istrinya itu. yah, bagaimanamun istrinya jauh lebih terpukul darinya. Bisma mengusap air matanya cepat, bangkit dari duduknya lantas bejalan cepat meninggalkan tempat ini. Ia harus menemui istrinya...
* * * * *
“hiks...”suara isakan itu terdengar memilukan. Adela tak henti memeluk baju putrinya dengan menangis tersedu. Tak ada artinya lagi ia hidup, nyatanya satu-satunya yang ia miliki didunia ini terlah tiada, putri kesayangannya pergi meninggalkannya seorang diri. suaminya?, apa ia perduli?. Bahkan surdah 4 hari ini ia tak pulang. Entah, mungkin ia sibuk menemani istri keduanya samapi ia melupakan dirinya yang begitu terpukul atas kepergian selda.
“ngga ada artinya aku hidup, sama sekali ngga ada,...”adel berucap lirih. Tangannya yang gemetar tanpa sengaja menyenggol vas bunga yang membuatnya pecah berkeping-keping. Tanpa sadar adel tersenyum lirih, perlahan ia mengambil salah satu pecahan beling tajam itu.
“semua yang aku sayangi udah pergi, ngga ada artinya lagi aku hidup, semua udah ngga ada gunanya...”
“tunggu bunda sayang...”adel berucap lirih. Memejamkan mata indahnya lantas mengarahkan pecahan itu pada pergelangan tangannya.
Bisma yang berada diambang pintu membolakan matanya. Berlari cepat lantas membuang pecahan itu kesembarang tempat.
“jangan..aku mohon jangan..., aku cinta kamu...”bisma berbisik lirih. Memeluk adela dalam dekapan hangatnya.
“kamu engga bohong kan..?”adela menjawab dengan suara paraunya. Senyuman kecil tersirat di bibir mungilnya. “kalo gitu, aku boleh di pelukan kamu?, sekali aja...”adela kembali berucap lirih.
Bisma mengangguk pelan dengan air mata yang mulai meleleh. Bisma mengerti akan arti dari ucapan adela. Ia melirik pecahan kaca yang telah dilemparkannya, darah berada diujungnya. Yah, bisma terlambat. Istrinya lebih dulu menggoreskan pecahan beling itu pada tangannya.
“tidur sayang, tidur dengan tenang...”bisma terisak. Tubuhnya bergetar hebat. Tangisnya semakin menjadi menyadari adel yang mulai terlelap dalam dekapannya.
“tunggu aku. Aku bakal nyusul kamu dan selda, secepatnya...”bisma mengecup puncak kepala istrinya berulang. Hanya mampu menangis saat istrinya benar-benar telah pergi, mengakhiri hidupnya yang begitu rumit. Dia menyerah akan jalan hidupnya, tak mampu bersabar dan bertahan lebih lama lagi. Adela benar-benar tiada...
End...
Huhu, selesai juga #elapingus . Wkwk, baru kali ini ngetik sambil nangis :’(
Tag?, komen yaw....

Tidak ada komentar:
Posting Komentar