Dilema Wanita Muslimah Yg Bekerja...; Karier atau Keluarga ...???
Assalamu’alaikum warohmatullallhi wabarokaatuh, ..
Bismillahi minal Awwali wal Akhiri.....
Allaahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad. Allahumma shalli 'alaihi wa sallim wa adzhib hazana qalbiy fin-dunya wal-aakhirah.............
Bismillahir-Rahmanir-Rahim:
Suatu hari saya bertemu dengan seorang ibu dan bapak (umurnya antara 50-60 tahunan) tengah menunggu cucunya yang sedang sekolah TK. Tidak lama, kemudian saya membuka perbincangan dengannya. Ia mengatakan kepada saya bahwa mereka jadi ‘kacung’ (pembantu) untuk cucunya. Rasa ingin tahu menyebabkan saya bertanya kepadanya, “emang ibunya kemana?”. Beliau menjawab: “ibunya kerja di salah satu bank ternama. Ia tidak memiliki waktu lagi untuk anaknya. Begitu pula ayahnya, sibuk. Ibunya berangkat dari pukul 7 pagi dan kembali ke rumah pada pukul 5 sore. Ya, terpaksa akhirnya kami, nenek dan kakeknya, yang menjadi kacungnya setiap hari”. Lanjutnya bercerita kepada saya.
Kisah lainnya, salah satu teman dikarenakan kariernya akhirnya ia memberi bayinya susu kering (kalengan). Padahal menurut kesehatan, ASI merupakan susu terbaik bagi anak yang tidak dapat digantikan oleh apapun. Ia mengatakan; “Jika saya menyusui anakku sampai usia 2 tahun maka saya akan kehilangan pekerjaanku. Padahal saya telah bersusah payah untuk mendapatkannya. Karena di tempat kerjaku tidak disediakan tempat penitipan anak, sehingga aku dapat membawanya dan tetap memberikan ASI kepadanya. Sebenarnya hati saya berat untuk melakukannya, tapi harus bagaimana lagi? Tidak ada cara lain, saya harus merelakannya bayiku tidak meminum ASI”.
Di atas hanyalah beberapa contoh kecil dilema yang dihadapi oleh para wanita karier. Sebenarnya salahkah wanita berkarier? Apakah Islam membolehkan para wanita berkarier? Apabila kita analisa, motif wanita berkarier terdapat beberapa hal berikut ini:
* Berkarier demi membantu perekonomian keluarga, agar lebih baik.
* Berkarier demi mengembangkan bakat dan semua potensi yang dimilikinya.
* Berkarier demi mengembangkan keahlian dan keterampilan yang ia miliki, setelah menyelesaikan jenjang pendidikan formal.
* Berkarier, karena memang wanita sangat dibutuhkan untuk melakukan hal itu. Dan itu dianggap suatu yang amat emergensi (darurat), seperti hal-hal yang khusus berkaitan dengan perempuan, maka sebaiknya perempuan yang melakukan.
Dan beberapa motif lainnya.
Pada zaman Rasulullah saww terdapat seorang sahabat beliau yang bernama Abdullah bin Mas’ud dan istrinya bernama Zainab Tsaqafiyah. Mereka memiliki banyak anak sedang kondisi perekonomi keluarga mereka sangat sulit. Melihat kondisi ekonomi seperti itu, lantas Zainab memutuskan untuk membantu suaminya dalam memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dengan cara berwira-swasta sehingga dapat menghasilkan uang. Dengan kesibukan barunya, Zainab tetap dapat mengatur rumah tangga dengan baik dan melaksanakan ibadah secara sempurna. Dengan profesi barunya dan uang yang dihasilkan, ia juga dapat membantu perekonomian orang-orang yang membutuhkan. Lantas Zainab berkata kepada suaminya: “Apakah dengan profesi baruku saya dapat menadapatkan pahala di sisi-Nya?”.
Abdullah menyuruh istrinya menghadap Nabi saww untuk menanyakan hal tersebut. Kemudian Zainab pergi untuk menghadap Nabi saww, sesampainya di hadapan beliau ternyata terdapat perempuan lain juga hendak menanyakan perihal sepertinya. Akhirnya mereka menjadikan Bilal Habasyi sebagai perantara untuk menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Lantas Bilal pergi menghadap Rasulullah dan mengutarakan pertanyaan para perempuan tersebut. Sekembalinya dari menemui Rasulullah, kemudian Bilal berkata: “Rasulullah telah bersabda: “Dengan profesi baru tersebut, kalian telah mendapatkan dua pahala; pertama pahala karena berinfak di jalan Allah swt. Kedua pahala karena membantu keluarga (suami dan anak) yang merupakan salah satu perwujudan silaturahmi”. (Hilyatul-Auliya jil 2 halaman 69 dinukil dari Zanan Mardan Ofarine Tarikh halaman 233)
Kisah di atas adalah salah satu contoh motif berkarier, karena untuk membantu perekonomian keluarga. Sesungguhnya tidak semua karier menjadi problem bagi para wanita yang telah berkeluarga. Karena terdapat karier yang dilakukan sendiri, tergantung masalah pembagian waktu. Atau dengan istilah lain seorang perempuan dapat berwira-swasta seperti misal kisah di atas tadi. Pembagian waktu ada ditangannya, sehingga ia tetap memegang tanggungjawab pula sebagai istri dan ibu dalam keluarga. Atau menjadi seorang penulis, penerjemah yang dapat dilakukan di rumah. Dilema akan muncul di saat ia bekerja di tempat yang waktunya sudah ditentukan, seperti jam kerja yang sekarang terjadi. Jam kerja mulai dari jam 7. 00 pagi sampai jam 5.00 sore. Belum lagi jika jalanan macet seperti yang sering terjadi di kota-kota besar yang lebih membuat penat dan melelahkan. Sehingga sesampai di rumah, perempuan karir sudah merasakan lelah dan kecapaian, sehingga menyebabkan ia tidak lagi memiliki waktu luang yang banyak untuk keluarga. Dan akhirnya keluarga pun terbengkalai. Inilah yang sering terjadi dan dijumpai di negeri kita tercinta. Dilema yang dihadapi para wanita karier.
Sebenarnya dilema semacam ini bisa diatasi jika dilakukan secara kerja sama semua pihak. Walaupun tidak seratus persen, namun paling tidak dapat mengurangi dampak negatif terhadap keluarga dikarenakan kesibukan dalam berkarier. Iran dapat dijadikan salah satu contoh dalam kasus ini, karena hal itu telah diberlakukan di Iran. Saya tidak bertujuan untuk membesar-besarkan Iran, tapi apa salahnya jika dalam hal-hal positif kita dapat menirunya. Dilema antara keluarga dan karier sedikit banyaknya sudah dapat teratasi di Iran. Karena Iran sebagai negara yang telah memplokamirkan diri sebagai negara Islam maka ia harus berusaha untuk menyesuaikan setiap hukum dan perundang-undangannya dengan undang-undang hukum Islam.
Dalam Islam tugas utama yang berada di pundak perempuan ialah keluarga, khususnya masalah pendidikan anak. Jika terjadi kontradiksi antara keluarga dengan kariernya maka hendaknya ia mendahulukan keluarga. Karena keluarga merupakan komunitas terkecil untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang sehat dan saleh.
Dari sisi lain, tidak mungkin para wanita dikurung di dalam rumah hanya mengurusi rumah tangga. Meski profesi sebagai ibu rumah tangga sendiri bukankanlah merupakan pekerjaan yang mudah, tetapi merupakan pekerjaan yang agung dan memerlukan keahlian khusus. Terkhusus berkaitan dengan keahlian dalam mendidik anak. Hal itu dikarenakan manusia bukan robot yang dapat diatur dengan mudah. Mendidik anak merupakan profesi mudah tapi sulit. Dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki olehnya, seorang ibu dapat mengejawantahkan segala potensi yang dimilikinya untuk menjadikan generasi mendatang menjadi generasi yang cerdas, intelektual maupun spiritual. Imam Khomaeni pernah mengatakan bahwa; “Jangan dikira mendidik anak merupakan profesi mudah, ia merupakan profesi yang sangat berat dan agung”.
Namun para perempuan pun memiliki hak untuk berkarya dan berkarier sebagaimana para lelaki. Atau memang terdapat profesi yang tidak selayaknya dilakukan yang lain, kecuali oleh para perempuan, seperti spesialis kandungan dan masalah lain yang khusus berkaitan dengan perempuan. Maka solusinya pemerintah adalah membuat undang-undang yang berkaitan khusus dengan pekerja perempuan, sehingga mereka dengan tetap dapat mengatur rumah tangga sekaligus dapat pula berkarier.
Berdasarkan undang-undang kerja khusus perempuan di republik Islam Iran, seorang ibu selain tetap dapat memberi minum ASI kepada anaknya hingga sampai pada usia 2 tahun, ia pun tetap pula dapat melanjutkan profesinya dalam berkarir. Sehingga mayoritas instansi pemerintah, baik rumah sakit, radio-televisi, perkantoran, bahkan sebagian universitas telah menyediakan tempat penitipan anak sehingga memungkinkan bagi seorang ibu untuk tetap dapat berhubungan dengan anak selama bekerja. Dan bahkan tidak sedikit para perempuan meneruskan jenjang pendidikannya ke sekolah tinggi swasta -seperti Hauzah- atau universitas, setelah ia berkeluarga. Ataupun memulai kariernya setelah berkeluarga. Berkeluarga tidak menjadi penghalang baginya untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Ini dikarenakan di tempat pendidikan atau kerjanya disediakan tempat penitipan anak. Ia dapat membawa anaknya ke kampus ataupun tempat kerja dan dapat pula memberikan ASI pada anaknya pada waktu jam istirahat. Atau diberi waktu khusus bagi pekerja wanita untuk melakukan hal yang menjadi hak anaknya. Yang penting, selama para perempuan siap sedikit capek karena kesibukan ekstranya, maka karirnya tidak akan pernah terhambat. Karena ketika ia hendak berangkat ke tempat kerja atau kampusnya maka ia terlebih dahulu harus menyiapkan anak sekaligus bekalnya. Biasanya tempat penitipan anak disediakan untuk bayi menyusui sampai Taman Kanak-Kanak (TK).
Beberapa Contoh Undang-Undang Pekerja Wanita di Iran (Tahun 1375 HS / 1996 M)
Pasal 75:
Pekerja perempuan dilarang mengerjakan pekerjaan berbahaya, berat…
Pasal 76:
Pekerja perempuan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan selama 90 hari. Sedapat mungkin 45 hari dari masa cuti tersebut dimanfaatkan untuk cuti melahirkan. Bagi yang melahirkan anak kembar, maka masa cutinya ditambah sebanyak 14 hari.
Pasal 78:
Di tempat kerja yang sebagian pekerjanya adalah perempuan, maka harus memberikan waktu kepada para pekerja perempuan untuk menyusui anaknya, dalam setiap 3 jam sekali sebanyak setengan jam sampai menjelang usia 2 tahun dengan tetap dimasukan jam tersebut sebagai waktu kerja. Begitupula harus menyediakan tempat penitipan anak yang sesuai dengan jumlah anak dan usia mereka (seperti untuk bayi menyusui, anak-anak …). [Muhamad Amin, undang-undang kerja jaminan sosial, dinukil dari buku Hamoyesy-e Ilmi Islam wa Feminis jilid 1 halaman 368]
Di atas hanyalah beberapa isi undang-undang pekerja perempuan di Iran. Karena terdapat beberapa undang-undang dan aturan tambahan lainnya yang tidak perlu saya jelaskan di sini, untuk menyingkat waktu. Jelasnya, dengan undang-undang semacam ini, sedikit banyak dapat mengurangi dilema kontradiksi antara karier dan keluarga. Dengan tetap dapat mendidik anak dan mengatur rumah tangga, seorang perempuan (ibu) tetap dapat memiliki profesi lainnya yang dapat menunjang perkembangan profesi dan membantu perekonomian keluarga.
Salah satu solusi lain untuk mengantisipasi dampak negatif yang muncul karena istri berkarier di luar rumah ialah, adanya pengertian dan bantuan (dukungan riil) dari seorang suami. Segala permasalahan yang berkaitan dengan keluarga selayaknya diselesaikan bersama. Karena bagaimanapun juga, ketika seorang perempuan selain ia berprofesi sebagai ibu rumah tangga, ia juga memiliki profesi lain maka tugas akan lebih berat dibanding perempuan yang hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga saja. Selain perempuan karir harus bertanggungjawab pada urusan rumah-tangganya, ia pun memiliki tanggungjawab terhadap urusan pekerjaannya, konsentrasinya akan terpecah dan sangat menyibukkan. Mungkin saja sekali waktu ia akan menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan profesinya. Maka di sini bantuan dan pengertian seorang suami dapat membantu dalam menyelesaikan problem istri yang berkarir, paling tidak dapat meringankannya. Keluarga yang baik adalah keluarga yang di dalamnya terdapat kerjasama dan pengertian antar anggotanya dalam melaksanakan tugas masing-masing, berdasarkan kasih yang tulus dan sayang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar