Dilema Pembantu Rumah Tangga
Ini hampir di setiap keluarga atau rumah tangga membutuhkan pembantu atau asisten. Hal ini dikarenakan yang dulunya kaum perempuan hanya mengurusi segala urusan keluarga atau rumah tangganya namun sejak adanya emansipasi wanita maka kaum perempuan lebih suka bekerja di luar rumah artinya banyak yang lebih memilih untuk bekerja di perkantoran atau dengan kata lain menjadi wanita karir, sehingga segala urusan yang menyangkut keluarga atau rumah tangga dilimpahkan kepada pembantu atau asistennya. Hal ini bukan hanya terjadi di negara kita saja juga dapat kita lihat di negara-negara lainnya, seperti di Malaysia, Singapura bahkan sampai ke negara-negara yang ada di Timur Tengah sangat membutuhkannya.Pembantu atau asisten yang bekerja di sebuah keluarga itulah yang kita kenal dengan sebutan pembantu rumah tangga atau yang biasa disingkat dengan PRT. Pembantu rumah tangga ini pun tidak semudah yang kita bayangkan untuk mendapatkannya. Kenyataanya seringkali ketika dibutuhkan sulit untuk ditemukan, ketika tidak dibutuhkan banyak yang menawarkan dirinya untuk bekerja di rumah tangga. Saat ini pembantu rumah tangga itu bukan hanya dibutuhkan oleh keluarga atau rumah tangga yang termasuk dalam golongan ekonomi menengah keatas saja, juga keluarga golongan menengah ke bawah, baik itu yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan.
Kita lihat kini pembantu rumah tangga lebih banyak dilakoni kaum perempuan, bahkan ada juga masih di bawah umur. Hal ini terjadi karena jenis-jenis pekerjaan yang berhubungan dengan keluarga atau rumah tangga seperti mencuci, memasak, menyapu, mengepel, atau pekerjaan lainnya yang berkaitan langsung rumah tangga biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan. Untuk itu tidak sedikit para tenaga kerja wanita (TKW) yang berasal dari negara kita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri. Adapun yang menjadi alasan mendorong seseorang bekerja menjadi pembantu rumah tangga karena faktor ekonomi, disamping itu karena alasan tidak mau disebut sebagai pengangguran, susahnya mendapatkan pekerjaan di sektor formal karena orang tersebut tidak memiliki keterampilan mumpuni yang dibutuhkan sektor formal, karena diajak teman, dan tidak kalah penting karena faktor rendahnya pendidikan serta alasan lainnya.
Dengan melihat berbagai alasan itu, dapat dibayangkan posisi tawar seorang PRT tentunya tidak tinggi, sehingga hal ini berpengaruh pada perlakuan dan hak-hak yang akan diterima seorang PRT dari majikan tempat dia bekerja. Misalnya gaji yang jauh di bawah upah minimum kota, tidak adanya hak cuti, tidak adanya uang pesangon dan uang penghargaan jika diberhentikan, jam kerja yang diterapkan kadang tidak memberikan waktu untuk istirahat, majikan sesuka hatinya memberhentikan mereka tanpa alasan jelas, ada yang sampai diperkosa, dan jika mereka berbuat kesalahan kecil, maka tidak sedikit mendapatkan perlakuan di luar batas kemanusiaan, bahkan ada yang meregang nyawa. Salah satu contohnya adalah baru-baru ini kasus yang menimpa PRT di Medan, berdasarkan hasil rekaman CCTV, PRT tersebut mengalami aniaya fisik oleh majikannya sendiri bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Kejadian-kejadian seperti itu hanya sedikit yang terpublikasi melalui media bahwa PRT diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya, kalau mau ditelusuri (mungkin) setiap tahunnya jumlah kasus penganiayaan PRT ini mengalami peningkatan yang sangat drastis. Bahkan kalau mau disebutkan satu per satu kasus demi kasus yang menimpa para PRT yang ada di seluruh daerah di negara kita ini, rasanya tak kuasa untuk melihatnya, apalagi jika itu terjadi pada salah seorang anggota keluarga kita. Dalam suatu penelitian mengenai hal ini adalah :
”Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga merupakan pekerjaan yang didominasi perempuan berlatar belakang pendidikan rendah dan status sosial ekonomi rendah. Peluang pekerjaan ini lebih terbuka lebar di daerah perkotaan seiring berubahnya fungsi peran ibu dalam rumah tangga sebagai pencari nafkah. Pekerjaan pembantu rumah tangga identik dengan image ‘pelayan’ dan pelayan harus tunduk pada majikan. Sehingga pekerjaan pembantu rumah tangga merupakan pekerjaan sektor informal yang tergolong sangat rentan terhadap pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya hak atas gaji yang layak, hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mendapat hiburan, hak untuk istirahat (Iswati, 2001). Hal ini diperparah dengan belum ada perundangan khusus yang mengatur tentang pembantu rumah tangga, pihak yang berwenang ataupun pihak yang terkait sulit untuk melakukan perlindungan.” (Kokom Komalasari, M.Pd. dan Drs. Didin Jahidin, Perlindungan hak-hak pembantu rumah tangga (studi kasus pada Yayasan Sosial Purnakarya Kota Bandung), 2007).
Sebagaimana kita ketahui, kasus-kasus PRT sudah kerap kali terjadi bahkan sudah sampai tahap yang mengkhawatirkan sehingga seharusnya ini dijadikan suatu momok bagi para calon PRT namun semakin hari justru peminatnya semakin banyak kaum perempuan yang ingin bekerja menjadi PRT, nah…hal inilah yang harusnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah (the rulling class) bagaimana cara untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi mereka.
Pertanyaan paling mendasar adalah bagaimanakah peran pemerintah dalam melindungi hak-hak mereka? Untuk menjawab ini, penulis menganalisa menggunakan teori Negara Kesejahteraan atau Welfare State. Pencetus teori Welfare State, Prof. Mr. R. Kranenburg, menyatakan bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat. Menurut teori ini, untuk menciptakan suatu negara menjamin dan mejuwudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Untuk menciptakan rakyat yang sejahtera maka setiap rakyatnya harus dijamin dan dilindungi hak-haknya oleh suatu aturan atau hukum, sehingga rakyatnya dapat melakukan pekerjaannya dengan suatu jaminan dan perlindungan yang pasti sehingga dengan melakukan pekerjaannya tersebut dapat meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya dan pastinya itu akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan negara itu sendiri. Untuk itu, jika Negara ini menginginkan kesejahteraan seluruh rakyatnya maka Pemerintah harus memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang pasti terhadap setiap rakyatnya salah satunya dengan cara membuat suatu peraturan yang jelas, dalam hal ini yaitu aturan mengenai pembantu rumah tangga. Sejalan dengan teori diatas, teori dari Roscoe Pound juga mengisyaratkan hal yang sama dengan teori di atas. Law as a tool of social engeneering (hukum sebagai alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat) artinya bahwa hukum sangat berperan penting bagi proses mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya dengan cara membuat aturan-aturan hukum yang diharapkan dapat membawa pembaharuan yang lebih baik bagi rakyatnya. Untuk itu sudah saatnya Negara ini memiliki suatu peraturan (Undang-Undang) yang mengatur khususnya mengenai perlindungan terhadap para PRT sehingga kejadian-kejadian seperti yang disebutkan diatas bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi lagi dikemudian hari. Seperti kita ketahui bahwa Pemerintah telah merumuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga namun sampai saat ini Rancangan Undang-Undang tersebut belum disahkan menjadi Undang-Undang.
Dari uraian ini, maka penulis menarik kesimpulan bahwa belum adanya jaminan dan perlindungan hukum serta pengawasan yang pasti dan ketat oleh Pemerintah terhadap para PRT, hal ini dibuktikan dengan belum adanya peraturan (Undang-Undang) baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, khususnya peraturan yang mengatur secara khusus mengenai hak-hak dan perlindungan hukum terhadap PRT. Sehingga saran penulis, agar Pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 186 Tahun 2011 tentang Pekerjaan Yang Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga dan segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi Undang-Undang serta memaksimalkan tim pengawasan tenaga kerja di setiap Kantor Dinas Tenaga Kerja di tingkat kabupaten, kota maupun provinsi di seluruh wilayah Indonesia agar hak-hak para PRT dilindungi hukum terjamin dengan pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar